Tag: solo

Kerajinan Sangkar Burung Masih Menjanjikan

Desa Karangmalang yang dikenal sentra pengrajin sangkar burung.

SRAGEN – Desa Karangmalang, Kecamatan Masaran, Sragen dikenal sebagai sentra kerajinan sangkar burung. Kerajinan ini telah ditekuni warga setempat sejak 25 tahun silam. Namun, karena berbagai faktor  jumlah pengrajin sangkar burung  di desa tersebut banyak yang gulung tikar.

Salah satu pengrajin, Yulis, 22, mengaku akan tetap mempertahankan usaha kerajinan sangkar burung miliknya. Pemasaran hasil kerajinannya dinilai cukup lancar. Sangkar yang dihasilkanya dijual dengan harga antara Rp 40.000 hingga Rp 250.000 per satuannya.  Selain memasok pasar sekitar Surakarta, sangkar burung yang di produksi Yulis telah merambah daerah luar Jawa.  “Saya mengirim sangkar burung hingga Jambi, Medan, Aceh,” papar Yulis.

Pengrajin lain, Iskadar memilih membuat terobosan lain agar tetap bertahan dalam bisnis ini, yakni dengan dengan memanfaatkan kayu limbah dari pabrik furniture. Keunggulan yang dibidik Iskandar adalah nilai jualnya yang lebih tinggi. Sebab, biasanya sangkar burung yang berbahan dasar bambu harganya jauh lebih murah dibanding  sangkar burung yang berbahan dasar kayu. “Kami menciptakan model sendiri dengan peralatan yang seadanya, namun kami tetap menjaga kualitas,”  jelasnya.
Iskandar selalu menambahkan ornamen ukir-ukiran di sangkar kayu tersebut sehingga proses pembuatannya lebih rumit dan memakan waktu lebih lama. Motif ukirannya biasanya diambil dari kisah pewayangan, seperti Ramayana dan Bharatayuda. Harga sangkar burung buatan Iskandar dibandrol Rp 35.000  sampai Rp 650.000 per satuan, tergantung jenis kayu yang digunakan, ukuran dan ornamen hiasannya. Angka tersebut merupakan harga sangkar burung setengah jadi.”Kebanyakan pelanggan memilih mengecat sendiri sangkar burung sesuai dengan keinginannya,” imbuh  Iskandar.

Pelanggannya tak hanya berasal dari Surakarta dan sekitarnya melainkan juga daerah di luar Pulau Jawa, antara lain Sumatera dan Kalimantan. Menurut Iskandar, kendala utama yang dihadapinya saat ini hanya berkenaan dengan peralatan yang masih manual. Dengan peralatan buatannya, ia mengaku hanya menghasilkan rata-rata 1 sangkar burung saja per minggu. (Whn)

5.886 KK Solo Tidak Terima Raskin

SOLO – Sebanyak 5.886 kepala keluarga (KK) di Solo tidak menerima beras untuk rakyat miskin (Raskin) berdasarkan hasil pendataan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Warga yang tidak menerima Raskin tersebut disebabkan berkurangnya jatah Raskin Pemkot Solo yang hanya untuk 29.043 KK.

Kabag Administrasi Perekonomian Setda Solo, Joni Hari Sumantri mengatakan, penurunan Raskin tahun ini mencapai 16,85% dari jumlah Raskin berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPPS) 2011, yakni 34.929 RTS yang berlaku mulai Juni-Desember 2012. Sedangkan Raskin yang berlaku mulai Januari 2013 berdasarkan evaluasi TNP2K hanya untuk 29.043 RTS.

“Jika melihat data hasil TNP2K penurunan Raskin di Solo menyebabkan 5.886 KK pada tahun ini tidak terima Raskin,” ujar Joni, Jumat (8/2).

Meski mengalami penurunan, imbuh Joni, penerima Raskin Solo belum mengetahui alasan maupun penyebabnya. Namun secara normatif program Raskin tahun ini yang didasari PPlS 2011 mengalami penambahakan soal kriteria miskinnya seperti sangat miskin, hampir miskin dan rentan miskin. Sebagai informasi, penyaluran Raskin 2013 dimulai pada 6-9 Februari 2013.

Mengenai kuota Raskin 2013, telah dikomunikasikan kepada 51 kelurahan di Solo dan kesemua stakeholders. Hingga kini belum muncul protes dari masyarakat kendati penurunan jumlah Raskin merata di 51 kelurahan. Selain itu, perubahan identitas RTS masih dimungkinkan sepanjang dimusyawarahkan di kelurahan dan didukung berita acara. Sampai sekarang perubahan itu belum diusulkan dari bawah.

“Pelunasan raskin diberi batas waktu maksimal sepekan setelah didistribusi,” katanya.

Menurut Joni, molornya pembangian Raskin Januari hingga dialihkan ke Februari disebabkan Pemkot baru memperoleh alokasi Raskin Solo dari Provinsi Jateng pada 28 Januari lalu. Selanjutnya, Pemkot akan memproses penyaluran Raskin jatah Februari pada pertengahan bulan ini.

Sementara itu, Kepala Sub Drive Bulog Solo, Edhy Rizwan mengatakan, jumlah penerima raskin di Solo Raya mengalami penurunan sebanyak 74.691 RTS. Pada 2012 penerima Raskin sebanyak 519.222 RTS dan pada 2013 sebanyak 444.53 RTS.

“Jumlah Raskin yang disalurkan Bulog setiap bulan sebanyak 6.607 ton,” kata Edhy. (Ahmad)

 

 

Jumlah Penerima Raskin Surakarta:

Kabupaten/Kota                      RTS

Solo                                         29.043

Sukoharjo                                51.168

Klaten                                     108.527

Boyolali                                   64.166

Sragen                                     64.420

Karanganyar                            51.638

Wonogiri                                 70.569

Sumber: Bulog Subdivre III

Wali Murid RSBI Minta Kejelasan Pembayaran SPP

SOLO – Sejumlah orang tua murid sekolah eks-Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) meminta pihak sekolah segera memberikan penjelasan terkait sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang diberlakukan tiap bulannya. Hal ini berkaitan dengan Keputusan Kementerian Pendidikan Budaya (kemdikbud) yang melarang pihak sekolah SD dan SMP eks-Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang masih memberlakukan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) mulai bulan ini.

Diakui Ida, orang tua salah seorang siswa di SD Cemara dua Solo, pascapenghapusan slogan RSBI, pihaknya masih melakukan pembayaran SPP sebesar Rp190 ribu tiap bulannya. Pasalnya belum ada keputusan atau penjelasan dari pihak sekolah apakah harus tetap membayar atau tidak.

“Kami orangtua juga bingung bayar atau tidak. Terakhir saya bayar SPP bulan Januari kemarin. Untuk bulan Febuari ini belum. Bagaimana nantinya menunggu dulu kejelasan dari sekolah,” ungakapnya.

Terpisah, Kepala sekolah SMP N 4, H Giarso mengaku, selama ini pihaknya tidak melakukan pungutan SPP. Selama ini pihaknya hanya menunggu keputusan dari pusat. ”Selama menunggu dan belum ada surat edaran, saya juga belum ambil langkah resmi. Termasuk SPP juga saya stop sejak dihapusnya RSBI,” jelasnya.

Terkait keputusan Kemdikbud yang baru saya dikabarkan, Giarso mengaku akan mengumpulkan orang tua murid pada sabtu pekan ini untuk menyampaikan terkait kesulitan sekolah pasca-RSBI. Sekaligus memberikan sosialisasi terkait ketentuan Ujian Nasional (UN). Menurutnya, sampai hari ini masih banyak orangtua murid yang mempertanyakan kejelasan dari SPP. “Kalau ada yang bayar kami tolak, karena belum ada kejelasan dari pusat,” singkatnya.

Terkait pemenuhan biaya operasional yang harus ditanggung pihak sekolah, Giarso, mengaku melakukan penghematan dari program-program RSBI yang dulu diberlakukan dikesampingkan. Selain itu program sister school, dan pengiriman delegasi untuk keluar kota yang berhubungan dengan penyelenggaraan pihak swasta sudah distop.

“Penghematan kita lakukan semaksimal mungkin, seperti try out dan ekstra yang masih bisa dibiayai dan itu penting buat siswa kita utamakan. Hanya saja listrik, air dan Internet membutuhkan biaya besar yakni 13 juta perbulan,” ungkapnya. (Rini)

Peternak Kampung Lele Terancam Merugi

BOYOLALI – Para peternak Kampung Lele di Desa Tegalrejo, Sawit, Boyolali terancam merugi. Pasalnya, kenaikan harga pakan lele yang terjadi saat ini tidak diikuti dengan kenaikan harga jual lele di pasaran.

Salah satu peternak lele, Prihatiningsih, 51, mengaku, kenaikan harga pakan mulai berlangsung sejak 1 Februari lalu. Untuk pakan jenis pelet yang tenggelam kemasan 50 kilogram, harganya kini mencapai Rp340.000 per sak atau naik Rp10 ribu dibanding harga sebelumnya yakni Rp330.000. Sedangkan untuk pakan palet jenis apung kemasan 30 kilogram mengalami kenaikan sebesar Rp6.000 per saknya yakni dari harga Rp231.500 per sak menjadi Rp237.500 per sak. “Dua hari ini naik menjadi Rp237.500 per sak,” tutur Prihatiningsih, Senin (4/2).

Ia menambahkan, kenaikan harga pakan tersebut membuat para peternak terkejut. Sebab, kenaikannya cukup signifikan dan merata untuk semua jenis pakan yakni antara Rp500 hingga Rp1.000 per sak. Padahal, harga jual lele di pasaran tetap, yakni Rp13.000 per kilogram. Peternak pun tidak berani menaikkan harga jual karena khawatir pembeli kabur. “Kalau naik, paling pol cuma Rp 200 per kilo. Kalau dinaikkan lagi, pembeli biasanya pindah ke penjual yang lebih murah jualnya,” imbuh Prihatiningsih.

Jika harga pakan terus melonjak, para peternak khawatir akan terus mengalami kerugian. Sebab saat ini sedang memasuki masa panen dan dipastikan harga jual lele akan mengalami penurunan.(Lukito)

Anda mungkin juga menyukaiclose