Tag: bahan

Solar Nonsubsidi Sepi Pembeli

KARANGANYAR – Solar nonsubsidi yang di sediakan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sepi peminat. Salah satu contohnya di Desa Plesungan, Kecamatan Gondangrejo Karanganyar sepi peminat.

Meski di Karanganyar hanya SPBU Plesungan yang menyediakan solar nonsubsidi namun SPBU yang berlokasi di Bypass Mojosongo – Kebakramat tetap sepi.

“Kami stok solar nonsubsidi sejak 1 Maret 2013 sebanyak 8.000 liter hingga akhir bulan ini. Kami belum menambah stok kembali padahal untuk solar bersubsidi dalam satu hari sebanyak 8.000 liter selalu habis terjual,” jelas Fajar Hamim, Kepala Pengawas SPBU 44.577.11 Selasa (2/4).

Lebih lanjut dia mengaku tak tahu ke mana mobil-mobil plat merah milik Pemkab Karanganyar yang berbahan bakar solar mengisi BBM. Padahal yang menjual solar nonsubsidi hanya SPBU Plesungan.

Fajar menambahkan, yang sering mengomsumsi solar nonsubsidi biasanya mobil-mobil pribadi. “Biasanya mereka kepepet, solar mau habis namun SPBU kami juga kehabisan stok solar bersubsidi, jadi mereka terpaksa membeli yang nonsubsidi daripada kehabisan di jalan,” terangnya.

Seperti diketahui, mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 201 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak, setiap kendaraan milik pemerintah wajib menggunakan solar nonsubsidi kecuali ambulans, mobil pemadam kebakaran, truk pengangkut sampah serta mobil jenazah. (ara)

Produksi Karet Capai 4,9 Juta Kg

KARANGANYAR – Perseroan Terbatas Perkebunan Nasional (PTPN) IX Batujamus, Kerjo, mematok target produksi karet sebesar 4,9 juta kilogram tahun 2013 ini. Mereka optimis mampu mencapainya lantaran target yang sama dapat terealisasi tahun lalu.

Administratur PTPN IX Batujamus Agus Hargianto mengatakan, selain memasang target produksi yang tinggi, pihaknya juga berusaha meningkatkan kualitas produksi. Standar baku mutu karet bahkan sudah dikantongi. “Target tahun ini memang hampir sama dengan tahun lalu, cuma ada peningkatan sedikit. Kami berharap target tersebut bisa terpenuhi,” ujarnya.

Menurut Agus, produk karet yang dihasilkan PTPN IX Batujamus selalu diekspor ke luar negeri. Bahan baku karet yang kualitasnya paling baik, disetorkan untuk diproduksi pabrik ban Michelin. Sedangkan karet dengan kualitas agak rendah, untuk memenuhi kebutuhan lokal. “Jadi kami sudah langganan memasok karet ekspor. Biasanya karet mentah yang dihasilkan di sini, kemudian diolah menjadi ban kendaraan,” jelasnya.

Untuk mempertahankan mutu produk, rekanan dalam hal ini pabrikan ban Michelin selalu memantau proses produksi. Mulai pengolahan, pengasapan hingga pengepakan . “Perwakilan pabrik Michelin selalu datang memantau. Ini untuk menjaga kualitas karet yang dihasilkan,” kata Agus.

Saat ini, PTPN IX Batujamus memiliki sekitar 1.600 karyawan tetap dan sekitar 600 karyawan lepas. Karyawan diutamakan warga yang tinggal di sekitar pabrik, yakni dari Karanganyar, Sragen dan Sukoharjo. “Sebagai bukti kepedulian kami pada warga sekitar, karyawan yang kami rekrut berasal dari sekitar pabrik,” tandasnya.

Selain merekrut warga sekitar, kepedulian pabrik ditunjukkan dengan pemberian bantuan bagi warga kurang mampu. Juga membantu pendanaan kegiatan warga yang dianggarkan Rp 1 miliar per tahun. Dengan demikian, warga sekitar pabrik merasa ikut memiliki dan akhirnya turut menjaga kebun karet di areal PTPN IX Batujamus. (Ara)

Sulap Ban Bekas jadi Barang Berkelas

KLATEN – Di tangan Sugiharto, 50, warga Kampung Sidowayah, Klaten Tengah, ban bekas disulap menjadi barang bernilai ekonomis. Bahkan warga berbagai negara kepincut dan memesan hasil kreativitasnya.

“Selain  Australia, Denmark, Prancis dan Amerika, saya  kerap melayani pesanan dari Jerman dan Belanda,” terang Sugiharto.

Selain di eksport, karyanya mengolah ban bekas menjadi perabot berguna juga disukai peminat domestik. Seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya . Tak jarang pula, Sugiharto mendapat pesanan mendadak dari seorang turis yang terkesima saat melihat dia berkreasi. “Meski demikian, harga yang saya patok sama. Tidak ada bedanya,” imbuhnya.

Barang barang yang dihasilkan dari ban bekas itu antara lain, meja, kursi, pot bunga, tempat sampah, sampai ayunan. Harga yang dipatok pun diakui ramah kantong. Untuk satu set kursi teras yang terdiri dari empat kursi dan satu meja dibanderol Rp 550 ribu. Sementara satu set kursi tamu dijual dengan harga Rp 650 ribu. “Untuk ayunan biasa, paling hanya Rp 50 ribu. Dan ayunan kuda saya beri harga Rp 150 ribu,” terang pria yang memulai usaha itu sejak tahun 1986.

Suami Sri Rejeki ini mengisahkan, usaha menyulap ban bekas menjadi barang barang bernilai dan berguna itu bukan turun temurun. Berawal dari niatnya memanfaatkan ban bekas menjadi pot bunga, akhirnya ide membuat barang lain berkembang. Lama kelamaan, idenya bertambah dan di wujudkan dengan membuat berbagai barang dengan bentuk dan fungsi berbeda.

Menurut Sugiharto, ban bekas yang digunakan diperoleh dari wilayah di Kabupaten Sukoharjo. Selanjutnya bahan bahan itu dioilah dengan membelah, merajut, hingga memberi bahan lain sebagai proses finishing. “Jika sendiri, saya bisa menyelesaikan pesanan satu set kursi taman dalam waktu dua hari. Sementara untuk pesanan partai besar, dia mempekerjakan pegawai borongan yang bekerja di bawah pengawasannya.

Berkat ketelatenan dan ketekunannya itu, Sugiharto dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan empat anaknya. Dia pun terus berinovasi. Apalagi, citra citanya membagi ilmu dan ketrampilan yang dimilikinya kepada orang lain. “Saya ingin membaginya kepada para napi di LP Klaten. Ndak usah bayar saya, cukup sediakan bahan bakunya. Saya ingin sekeluarnya dari LP mereka mandiri,” harap Sugiharto yang mengaku telah mengajukan permohonan itu namun belum dijawab. (Indra)

Anda mungkin juga menyukaiclose