BOYOLALI – Wabah penyakit diare menyerang ternak sapi di lereng Gunung Merapi khususnya di Kecamatan Musuk. Tercatat lima anak sapi mati setelah menderita diare.
Menurut Wijianto, 40, peternak sapi asal Desa Mriyan, Kecamatan Musuk, lima anak sapi atau pedhet miliknya mati secara berurutan selama sepekan terakhir. Meski telah diobati dengan cara disuntik namun upaya tersebut tetap tidak mampu menyembuhkan ternak peliharaannya. Rata-rata anak sapi yang terkena diare berusia 1-2,5 bulan.
“Biasanya kalau sudah ada tanda-tanda sakit, saya suntik obat sendiri. Tapi kali ini terlambat mengobati,” kata Wijianto, Selasa (19/2).
Ia menduga, anak sapi miliknya terserang diare akibat terlalu banyak makan daun hijau. Sebab kandungan air dalam hijau di musim penghujan sangat tinggi. Karena itu untuk mengurangi kadar air, daun hijau terlebih dahulu harus dijemur. Yang menjadi persoalan lagi, sinar matahari sangat kurang karena sering tertutup mendung. Sehingga penjemuran daun tidak bisa optimal.
Selain menjemur hijauan, peternak juga harus rajin menjemur pedhet. Tujuannya, agar ternak terkena sinar matahari dan udara segar.
“Ketika musim penghujan, kondisi kandang menjadi lembab,” tambah Kamto,38, peternak lainnya.
Diakuinya, musim hujan sebenarnya menguntungkan karena persediaan air untuk ternak melimpah. Berbeda dengan kemarau, lereng Merapi mengalami kekeringan dan sulit air. Selain di Desa Mriyan, serangan diare ke ternak sapi juga terjadi di Desa Sruni dan Clunthang.
Terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Dwi Priyatmono mengemukakan, pihaknya telah mendapatkan laporan terkait merebaknya diare pada sapi. Pihaknya pun telah bergerak cepat dengan menyosialisasikan penanganan diare pada hewan ternak. Sehingga ternak yang terserang diare bisa terhindar dari kematian.
“Bila pengobatan tak bisa menyembuhkan, segera hubungi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Disnakan setempat atau mantri hewan. Kami juga meminta peternak menjaga kebersihan kandang,” terangnya. (Lukito)